Dari suatu studi, para dokter telah dihimbau untuk supaya lebih berhati-hati dalam menawarkan perawatan kanker ke pasien yang sedang sekarat karena kemoterapi lebih sering membawa dampak yang membahayakan dibandingkan dampak kesembuhan.
National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death (NCEPOD) menemukan bahwa lebih dari 4 dari 10 pasien yang menerima kemoterapi sampai akhir hidupnya telah menderita efek samping yang fatal dari kemoterapi dan perawatan ini dinilai “tidak tepat”.
Dalam suatu studi yang meneliti lebih dari 600 pasien kanker yang meninggal dalam waktu 30 hari selama menerima kemoterapi, diduga bahwa kemoterapilah yang menyebabkan dan mempercepat kematian dari 27% kasus yang ada.
Hanya 35% dari semua kasus ini dinilai baik oleh “dokter penganjur”-nya, dengan 49% mangalami perbaikan dan hanya 8% yang mendapatkan perawatan yang memuaskan.
Dalam paradigma medis konvensional, kemoterapi merupakan perawatan standar untuk kanker. Pasien membayar jutaan rupiah per bulannya untuk kemoterapi dengan harapan mereka akan sembuh dari kanker.
Namun, perawatan yang “mahal” ini adalah pengobatan yang sangat toksik atau beracun, memperpendek usia pasien menjadi hanya beberapa bulan saja, atau lebih buruk lagi, kurang dari itu dan membuat kanker makin mengganas.
Kerugian fatal dari kemoterapi adalah ia menghancurkan sel-sel sehat diseluruh tubuh pasien bersamaan dengan sel kanker. Sel-sel sehat yang dihancurkan adalah sel yang berada di:
• Sumsum tulang, yang berfungsi memproduksi darah.
• Sistem pencernaan.
• Sistem reproduksi.
• Kantung rambut.
Dalam studi yang dilakukan oleh NCEPOD yang meneliti lebih dari 600 pasien kanker yang meninggal dalam waktu 30 hari selama menerima kemoterapi, diduga bahwa kemoterapilah yang menyebabkan serta mempercepat kematian dari 27% kasus yang ada.
“Mayoritas pasien kanker di Negara ini (Amerika) meninggal karena kemoterapi, yang tidak bisa menyembuhkan kanker payudara, usus, ataupun kanker paru-paru. Hal ini telah terdokumentasikan selama lebih dari satu decade, namun demikian para dokter tetap saja memakai kemoterapi ubtuk melawan tumor-tumor ini,” ujar Dr. Allen Levin, MD, pengarang buku The Healing of Cancer.
Berdasarkan suatu studi yang dipublikasikan dalam jurnal Clinical Oncology edisi December 2004, disamping kemoterapi merupakan standar “emas” perawatan di dunia medis konvensional, dalam kurun waktu 5 tahun, ia hanya memiliki tingkat keberhasilan orang yang selamat sangat sedikit, yaitu 2% dari SEMUA KANKER.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kasihi telah terdiagnosa kanker, kami sarankan supaya Anda berinisiatif melakukan pencarian kesembuhan di luar medis konvensional dan mendidik diri sendiri dengan pengetahuan kesehatan, melengkapi Anda dengan kebijaksanaan untuk mengambil keputuan yang tepat untuk melawan kanker. Jangan memiliki kepercayaan seratus persen kepada dokter Anda karena keputusan seperti ini sangat-sangat penting untuk diserahkan begitu saja ke tangan seorang dokter konvensional.
Vitamin D – Perawatan yang Aman dan Murah
Seiring perkembangan jaman, kanker mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya. Kanker merupakan momok tersendiri dari sekian banyaknya penyakit di dunia ini. Banyak orang bingung apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Ada banyak cara untuk mengatasi (mencegah atau menyembuhkan) kanker, tanpa harus menerima efek sampingnya. Salah satunya adalah VITAMIN D.
Calcitriol adalah hormon steroid alami yang paling penting dalam tubuh kita, dan ia diproduksi dalam jumlah banyak pada jaringan tubuh yang memiliki banyak kandungan vitamin D-nya. Namun, pada penderita kanker, kadar vitamin D – nya rendah.
Calcitriol berfungsi dalam mempengaruhi pembedaan sel dan mengontrol perkembangbiakan sel yang tujuan utamanya adalah melindungi kita dari kanker. Orang dengan kadar vitamin D rendah kurang bisa memproduksi calcitriol (vitamin D yang telah aktif) dalam jumlah yang cukup untuk mengendalikan perkembangbiakan sel-sel kanker.
Tingkat vitamin D yang optimal secara sinergis membantu perawatan terhadap kanker. Telah ada lebih dari 830 penelitian yang memperlihatkan keefektifan vitamin D dalam perawatan kanker.
Bukan hanya pendekatan alami ini aman tanpa efek samping, tapi ia juga sangat murah tanpa harus diterapkan dengan bantuan seorang ahli.
Tips Mencegah Kanker
Mengoptimalkan tingkat vitamin D akan mengurangi resiko Anda terkena kanker lebih dari 50%. Tapi diperlukan juga langkah-langkah lainnya dalam mencegah terkena kanker.
Yang paling utama adalah mengatur pikiran dan perasaan Anda supaya tetap positif. Kebanyakan dari penyakit yang ada disebabkan oleh karena adanya pikiran dan perasaan negatif yang tak terkendali. Jika Anda fokus pada rasa sakit, kesedihan atau kepahitan, beberapa penyakit akan datang ke dalam hidup Anda.
Tapi jika Anda selalu fokus pada apa yang Anda “ingin” alami (sudah pasti ingin yang baik-baik saja) dan menaruh energi ke kebiasaan atau gaya hidup yang sehat, tubuh Anda akan meresponnya secara positif.
Beberapa hal yang bisa membantu melenyapkan pikiran dan perasaan negatif adalah doa, meditasi, dan rekreasi.
Dr. Ryke Geerd Hamer juga memiliki tehnik yang menakjubkan dalam German New Medicine-nya untuk mengatasi konflik emosional sebagai langkah awal menyembuhkan penyakit.
Beberapa hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam mencegah kanker:
- Memiliki pola makan yang sehat disesuaikan dengan tipe nutrisi Anda.
- Berolah raga.
- Menghindari makanan buatan pabrik, junk food, manis-manis dan banyak karbohidrat (untuk mengendalikan tingkat insulin Anda).
- Banyak makan masakan tradisional dan mentah.
- Menyeimbangkan rasio lemak omega-3 dan omega-6 dengan mengkonsumsi minyak yang baik, yaitu minyak kelapa, minyak ikan, dan minyak zaitun. Minyak kelapa sawit, jagung, babi, dan kedelai tidak baik untuk tubuh Anda jika dijadikan kebiasaan untuk dikonsumsi.
- Memiliki tidur yang cukup, karena kebanyakan hormon yang Anda butuhkan, diproduksi pada saat Anda tidur dimalam hari.
Jika Anda membutuhkan resep alami, tanpa efek samping, dan tanpa operasi untuk menyembuhkan segala jenis kanker, silahkan klik DI SINI.
Link referensi:
http://www.timesonline.co.uk/tol/news/uk/health/article5138033.ece