Apakah Test HIV/AIDS Sekarang Ini Akurat?

ORANG YANG HANYA SAKIT FLU, CACAR, HAMIL, BAHKAN ANJING PUN BISA JUGA POSITIF HIV

Banyak orang akan terkejut mengetahui bahwa apa yang disebut dengan test untuk AIDS sebenarnya tidaklah ada. Test-test yang ada selama ini popular disebut sebagai test untuk AIDS tidak bisa mengidentifikasi atau mendiagnosa AIDS dan tidak bisa mendeteksi HIV, virus yang diklaim sebagai penyebab AIDS.

Test ELISA dan Western Blot yang pada umumnya dipakai untuk mendiagnosa infeksi HIV hanya bisa mendeteksi interaksi antara protein dan antibodi yang diperkirakan berhubungan dengan HIV. Keduanya tidak bisa mendeteksi HIV itu sendiri. Dan bertentangan dengan pandangan umum, test “viral load” yang lebih baru tidak bisa mengukur tingkat aktual virus dalam darah.

Semua test antibodi HIV sangat tidak akurat. Satu alasan bagi ketidakakuratan tersebut adalah berbagai jenis virus, bakteri, dan antigen lainnya dapat menyebabkan sistem imun untuk membuat antibodi yang juga bereaksi sama dengan HIV. Ketika antibodi dihasilkan sebagai respon atas reaksi infeksi dari bakteri dan virus ini, serta antigen-antigen yang ada kemudian dihubung-hubungkan dengan protein HIV, maka akan keluar hasil yang positif.

Banyak antibodi yang ditemukan di dalam tubuh orang-orang  sehat dan normal dapat menyebabkan hasil yang positif pada test antibodi HIV. Produksi antibodi dalam tubuh manusia yang terjadi karena infeksi virus bisa tetap ada dalam tubuh selama bertahun-tahun walaupun sistem imun telah mengalahkan virus tersebut, dan bahkan bisa untuk seumur hidup antibodi tersebut tetap ada. Dengan demikian, orang-orang sehat yang tidak pernah terjangkit HIV bisa memiliki hasil test HIV yang positif secara konsisten selama bertahun-tahun atau bahkan untuk seumur hidup mereka.

Baca juga: Odha Bersaksi Sembuh dari AIDS Setelah Oles & Konsumsi Minyak Kelapa

Suatu tes antibodi baru bisa disebut akurat yaitu dengan cara membuktikan bahwa hasil positif benar-benar telah ditemukan dalam tubuh orang yang benar-benar memiliki virus tersebut. Standar seperti ini untuk menentukan keakuratan test, tidak pernah ditetapkan di tahun 1984, yaitu masa dimana test antibodi HIV pertama kali diciptakan. Bahkan sampai sekarang ini, hasil positif ELISA baru bisa disahkan oleh test antibodi kedua yang juga tidak akurat, yaitu test HIV Western Blot .

Oleh karena keakuratan test antibodi HIV tidak penah ditetapkan, adalah mustahil untuk mengklaim bahwa suatu hasil test yang positif itu mengindikasikan adanya infeksi HIV yang aktif pada saat itu atau bahkan menunjukkan adanya infeksi itu sendiri. Dalam suatu studi yang menginvestigasi hasil positif dari test Western Blot, menemukan bahwa 80 orang dengan 2 kali positif pada test ELISA yang telah disahkan positif juga oleh Western Blot, ternyata kemudian menjadi negatif pada saat test Western Blot yang berikutnya.

Antibodi yang dihasilkan sebagai respon tubuh terhadap infeksi sederhana seperti misalnya demam atau flu, bisa menimbulkan reaksi positif pada sebuah test antibodi HIV. Suntikan vaksin flu dan imunisasi lainnya juga bisa menciptakan hasil yang positif pada test HIV ELISA dan Western Blot.

Orang yang sedang atau pernah terjangkit herpes atau hepatitis juga bisa mendapat hasil test yang positif, sama juga dengan vaksinasi untuk hepatitis B. Terjangkit mikroba yang menyebabkan tuberkolosis dan malaria pada umumnya akan menyebabkan hasil test yang positif begitu juga jika terkena cacing pita dan parasit lainnya. Kondisi seperti alkoholisme atau penyakit liver dan juga darah yang tercemar dengan obat-obatan dapat memproduksi antibodi yang bereaksi pada test antibodi HIV.

Kehamilan juga bisa menimbulkan respon yang positif. Antibodi yang diproduksi tubuh sebagai reaksi perlawanan terhadap infeksi mycobacterium dan ragi yang terdapat pada 90% pasien AIDS, menimbulkan hasil test HIV positif yang salah . Di satu studi, 13% orang Indian Amazon yang tidak memiliki AIDS dan juga tidak pernah ada kontak dengan orang luar selain suku mereka sendiri ternyata juga bisa mendapatkan hasil test HIV positif. Di laporan lainnya, 50% sampel darah dari anjing-anjing yang sehat juga bereaksi positif pada test antibodi HIV.

Baca juga: Penemu HIV Buka Rahasia Bahwa HIV Bisa Hilang dengan Nutrisi!

Sebelum ada pernyataan bahwa HIV menyebabkan AIDS, antibodi viral merupakan hal yang normal sebagai respon sehat terhadap infeksi dan merupakan indikasi atas sistem kekebalan tubuh. Bukan hanya antibodi saja, test ini juga dipakai untuk mendiagnosa atau memprediksi penyakit. Sebelum HIV, hanya test ELISA dan Western Blot  yang telah digunakan untuk mendiagnosa infeksi viral. Tidak ada bukti ilmiah yang kredibel yang menyarankan bahwa fakta-fakta ini bisa dipakai untuk mengakomodasi HIV.

Selain tidak akurat, test antibodi HIV juga tidak terstandarisasi. Ini artinya tidak ada kriteria nasional maupun internasional untuk menentukan hasil yang postif. Standar juga bervariasi antara lab satu dengan yang lainnya dalam satu negara atau daerah, dan bahkan bisa berbeda dari hari ke hari di lab yang sama. Pembuat alat-alat test HIV mengakui, “Saat ini belum diketahui standar untuk menentukan ada atau tidak adanya antibodi terhadap HIV-1 dan HIV-2 dalam tubuh manusia.”

Tabel berikut mengilustrasikan beberapa variasi kriteria dari apa yang dianggap positif HIV di Western Blot dan juga menunjukkan bagaimana seseorang bisa berpindah status dari positif ke negatif jika dia pindah daerah. Standar yang berbeda-beda tidak hanya dibatasi pada lokasi saja, criteria juga bervariasi antara lab satu dengan lainnya dan hasil yang ada  terbuka terhadap berbagai interpretasi. Test yang belum disimpulkan bisa menjadi positif atau negatif  tergantung dari kehidupan seksual seseorang, sejarah kesehatan, kode pos atau data survey lainnya dari seseorang yang ditest.

Variasi penggunaan protein pada test HIV Western Blot diatur dalam kelompok-kelompok yang terbagi menjadi tiga bagian. Ketiga bagian ini diwakili dengan singkatan ENV, POL dan GAG. Protein pada bagian ENV berkorespondensi dengan membran luar atau “pembungkus” dari suatu virus; POL menunjuk kepada protein yang biasa ada pada retrovirus termasuk polymerase dan enzim-enzim lainnya; GAG mewakili “grup antigen spesifik” dan termasuk protein-protein yang membentuk bagian dalam suatu virus. Kelompok-kelompok protein di tiap bagian ditandai oleh huruf “p” dan diikuti dengan angka yang menunjukkan berat molekular protein tersebut dalam ukuran dalton. Misal, p160 adalah protein ENV  yang beratnya adalah 160 dalton.

Adalah penting untuk memperhatikan bahwa tak satupun dari protein yang digunakan dalam test antibodi HIV adalah pasti HIV dan tak satupun dari antigen yang dikatakan spesifik HIV hanya ditemukan di seseorang yang positif HIV. Pada kenyataannya, banyak orang yang didiagnosa positif HIV tidak memiliki “antigen HIV” ini dalam darah mereka.

Baca juga: Paket Terapi untuk HIV/AIDS

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, test “viral load” HIV tidak bisa mengisolasi atau mengukur virus aktualnya. Pembuat test ini dengan jelas mengatakan bahwa viral load “tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai test penyaring bagi HIV atau juga sebagai test diagnosa yang mengkonfirmasi adanya infeksi HIV pada saat itu”. Bahkan kenyataannya, test viral load tidak pernah diberikan persetujuan oleh FDA untuk dipakai sebagai alat diagnosa dan tidak pernah terbukti adanya isolasi virus. Tentu saja masalah terbesar dari semua test HIV adalah HIV tidak pernah bisa didemonstrasikan secara aktual sebagai penyebab AIDS.

Baca juga: Tips Mengobati HIV/AIDS dengan Minyak Kelapa Murni

Keterangan

Antigen: Suatu subtansi yang dapat memicu reaksi daya tahan tubuh, menyebabkan tubuh memproduksi antibodi sebagai bagian dari sistem pertahanan tubuh melawan infeksi dan penyakit. Banyak antigen merupakan protein asing (antigen yang tidak ditemukan alami dalam tubuh), seperti misalnya mikroorganisme, racun, dan jaringan sel yang berasal dari transplantasi organ. Kepanjangan dari antigen adalah ANTIbodi GENerating.

Hasil Positif yang Salah: Mengindikasikan bahwa infeksi sebenarnya tidak pernah ada.

Haruskah Anda Mempertaruhkan Hidup Anda pada Test HIV?

“Satu-satunya cara untuk membedakan antara reaksi nyata dan reaksi yang dihubung-hubungkan adalah dengan cara pengisolasian HIV. Semua klaim atas isolasi HIV adalah didasarkan pada suatu set fenomena yang terdeteksi pada jaringan contoh. Tak satupun diantaranya benar-benar terisolasi dan tak satupun benar-benar terspesifikasi sebagai retrovirus… Kita tidak mengetahui berapa banyak hasil test positif terjadi ketika sebenarnya infeksi HIV tidak ada. Spesifikasi untuk test antibodi HIV sebenarnya tidak ada.”

Bio/Technology Journal, 11:696-707, 1993

“Test antibodi HIV tidak mendeteksi suatu virus. Ini hanya sebagai test terhadap antibodi yang bereaksi terhadap bermacam-macam protein yang para ahli katakan sebagai HIV. Faktanya adalah, suatu test antibodi, bahkan jika diulang-ulang dan ditemukan positif seribu kali, tidak bisa membuktikan keberadaan infeksi virus itu sendiri.”

Val Turner, MD, Continuum magazine, Vol 3 No 5, 1996

“Test HIV benar-benar tidak bisa dipercaya di Africa. Suatu studi tahun 1994 yang dipublikasikan dalam the Journal of Infectious Diseases menyimpulkan bahwa test  HIV benar-benar tidak berguna di Afrika Pusat karena dimana mikroba penyebab TBC, malaria, dan lepra yang biasa terjadi di Afrika ternyata juga memiliki hasil positif yang salah lebih dari 70%.

Sacramento Bee, October 30, 1994

“Dengan pejabat kesehatan publik dan para politikus yang terus mendesak pengetesan HIV pada masyarakat, keakuratan test itu sendiri hampir-hampir tidak dipedulikan. Suatu studi bulan lalu yang dilakukan oleh Congress’ Office of Technology Assessment menemukan bahwa test HIV bisa sangat tidak akurat. Bagi grup beresiko rendah, yaitu orang-orang bukan pengguna narkoba atau gay atau biseks, 9 dari 10 yang didapati positif adalah hasil positif yang salah, ini mengindikasikan bahwa infeksi itu sendiri sebenarnya tidak pernah ada.”

US News & World Report, November 23, 1987

“Orang-orang yang menerima suntikan gamma globulin untuk cacar air, campak, dan hepatitis bisa memperoleh hasil positif pada test HIV walaupun mereka tidak pernah terinfeksi. FDA mengatakan bahwa hasil test yang positif bisa diakibatkan oleh antibodi yang ditemukan dikebanyakan suplai orang Amerika akan gamma globulin. Gamma globulin terbuat dari darah yang terkumpul dari ribuan pendonor dan secara rutin diberikan kepada jutaan orang tiap tahunnya sebagai perlindungan sementara untuk melawan beberapa penyakit infeksi. Dr. Thomas Zuck dari Divisi Blood and Blood Products –nya FDA berkata bahwa pemerintah tidak mengeluarkan informasi ini karena ‘kami pikir ini bisa berbahaya jika kami mengungkapkannya.’”

USA Today, October 2, 1987

Baca juga: Bagaimana AIDS Bisa Takluk dengan Terapi Kelapa

“Dua minggu yang lalu, seorang anak berusia 3 tahun di Winston Salem, North Carolina, tertabrak sebuah mobil dan dilarikan ke rumah sakit terdekat. Karena tengkorak anak tersebut retak dan darahnya keluar, pihak rumah sakit mengadakan test HIV. Ketika sang Ibu yang masih trauma itu duduk disamping sang anak, sang dokter masuk dan mengatakan padanya bahwa sang anak positif HIV. Kedua orang tua ditest negatif. Sang dokter memberitahukan sang ibu bahwa dia perlu melakukan investigasi ke semua anggota keluarga dan teman-temannya karena sang anak dianggap telah mendapatkan pelecehan seksual.  Dokter beranggapan tidak mungkin ada kemungkinan selain pelecehan seksual sebagai penyebab hasil test HIV yang positif. Beberapa hari kemudian sang ibu menuntut untuk diadakan test kedua. Hasilnya adalah negatif. Pihak rumah sakit kemudian mengadakan konferensi press. Dalam usahanya untuk menjaga nama baik rumah sakit, jurubicara rumah sakit mengutarakan bahwa ‘test HIV ini tidak bisa dipercaya; banyak faktor dapat memiringkan hasilnya, seperti misalnya demam atau kehamilan. Semua orang tahu itu.’”

Celia Farber, Impression Magazine, June 21, 1999

“Seorang wanita dari Vancouver menuntut Rumah Sakit St. Paul dan beberapa dokter karena dia didiagnosa sebagai pembawa virus AIDS, padahal tidak. Di Catatan Pengadilan BC Supreme, Lisa Lebed mengkisahkan, pada saat dia diterima oleh rumah sakit di akhir tahun 1995 untuk melahirkan bayi perempuan, contoh darah telah diambil darinya tanpa pemberitahuan. Hasil test darah memperlihatkan bahwa dia positif HIV, jadi dia memberikan bayinya untuk diadopsi dan memutuskan untuk mendapatkan ligasi tubal. Satu setengah tahun kemudian, ketika sedang mendapatkan perawatan AIDS, dia mendapatkan dirinya negatif untuk test HIV. Penjelasan yang pernah dia dapatkan dari lab ternyata adalah salah. Dia pun berkata oleh karena kelalaian rumah sakit, dia sekarang jadi steril dan telah kehilangan seorang anak perempuan.”

Woman Sues St. Paul’s, CKNW Radio 98, June 10, 1999

Referensi: http://aliveandwell.org/html/questioning/questioningthetests.html

Tinggalkan Balasan