Sebagian orang mungkin sudah tak asing dengan istilah hipospadia. Istilah ini merupakan kelainan genitalia pada laki-laki.
Pada kelainan hipospadia, lubang kencing pada laki-laki yang seharusnya berada di ujung penis bisa jadi berada di tengah, atau bahkan dekat dengan kantung testis (skrotum). Tak jarang bayi laki-laki dengan hipospadia dikira sebagai perempuan.
“Hipospadia itu lubang urinnya bisa tidak di ujung penis, bisa di leher penis, bahkan sampai bawah penis. Kadang bisa menyebabkan dokter salah persepsi kelamin bayi karena ada juga yang skrotumnya terbelah hingga bentuknya mirip labia mayora pada vagina perempuan,” kata Ketua Urology Center Siloam Hospital ASRI Dokter Spesialis Urologi Nur Rasyid, beberapa waktu lalu.
Hipospadia mungkin tak mengancam nyawa. Namun hipospadia bisa mengganggu fungsi seksual seseorang karena penis tak tumbuh sempurna.
Hal itu juga bisa membuat aktivitas seksual pun jadi tidak nyaman. Beberapa orang yang tumbuh dengan hipospadia hingga dewasa juga keliru menganggap dirinya sebagai perempuan.
Sebenarnya, hipospadia bukanlah penyakit langka. Hipospadia terjadi pada 1 dari 200-300 bayi laki-laki. Namun di Indonesia, kelainan ini dianggap sebagai aib dan cenderung ditutup-tutupi. Padahal dengan penanganan tepat, hipospadia bisa teratasi.
“Kalau ini dibiarkan sampai anaknya besar, nanti dia kesulitan berhubungan seksual, kemudian dia sulit buang air kecil karena harus duduk,” kata Arry Rodjani, dokter spesialis urologi.
Gejala dan Diagnostis Hipospadia
Hipospadia tidak menimbulkan sakit atau gejala tertentu. Lubang uretra pada orang dengan hipospadia terletak di bagian bawah penis, bukan di ujungnya. Pada kondisi yang jarang terjadi, lubang uretra ditemukan di bawah skrotum.
Menurut Arry, hipospadia bisa didiagnostik dengan mata telanjang. Kelainan ini bisa terdeteksi menggunakan USG 4 dimensi pada masa kehamilan, juga bisa jelas terlihat pada penis bayi baru lahir.
Namun sebagian orang mungkin keliru melihat genital bayi baru lahir dengan hipospadia sebagai perempuan karena bentuknya mirip vagina.
“Pada hipospadia berat dengan testis tidak teraba atau dengan kelamin ambigu, membutuhkan pemeriksaan genetik (kromosom) dan endokrin segera setelah lahir untuk mengetahui jenis kelaminnya,” ujar Arry.
Faktor Risiko Hipospadia
Hipospadia terjadi akibat ada gangguan pembentukan kelamin saat pertumbuhan janin. Meski demikian, penelitian untuk mengetahui penyebab hipospadia masih harus diteliti lebih lanjut.
Menurut Arry, ada banyak dugaan kenapa pertumbuhan penis terganggu dalam masa kandungan. Beberapa faktor yang mungkin jadi penyebab hipospadia adalah genetik, lingkungan kehamilan yang kurang baik, bayi atau ibu dengan obesitas atau underweight, hingga program bayi tabung.
“Saat program bayi tabung di mana ibu diatur hormonnya, itu memungkinkan 5 kali terjadinya hipospadia,” kata Arry.
Konsumsi makanan cepat saji, makanan atau minuman kemasan yang berpengawet, juga diduga menjadi penyebab terjadinya hipospadia. Konsumsi bahan pengawet pada makanan secara tidak disadari ternyata mengganggu hormon estrogen alami pada tubuh.
Bahkan Arry menduga, penggunaan kosmetik, parfum, sampo, bisa menyebabkan terganggunya estrogen saat kehamilan.
Tipe Hipospadia
Secara umum, ada tiga klasifikasi hipospadia. Pertama, hipospadia ringan di mana saluran kencing berada dekat dengan kepala penis.
Kemudian, hipospadia menengah di mana lubang kencing berada di batang penis, serta hipospadia berat ketika lubang kencing berada dekat atau terletak di skrotum.
Setiap tipe hipospadia bisa ditangani secara medis.
Tindakan Medis Terhadap Hipospadia
Ketua Urology Center Siloam Hospital ASRI Dokter Spesialis Urologi Nur Rasyid mengatakan, tindakan operasi untuk pasien hipospadia idealnya dilakukan ketika berusia 6-24 bulan.
Semakin cepat dilakukan tindakan, maka semakin mudah proses pemulihan pasca operasi. Selain itu, perkembangan penis juga jadi tidak terganggu.
“Idealnya tindakan saat usia 6 bulan-2 tahun. Lebih cepat lebih baik,” tuturnya.
Semakin cepat tindakan medis diberikan juga akan memudahkan dokter melakukan pembedahan. Sebab pada orang dewasa operasi jadi lebih sulit karena ada faktor ereksi.
“Selain itu proses penyembuhan luka pada dewasa lebih lama. Bisa terbentuk jaringan parut hingga ada bekas luka,” kata Arry.
Proses pembedahan biasanya berlangsung 2-2,5 jam. Bayi berusia 6 bulan sudah mampu menjalani operasi hipospadia.
Manfaat Pembedahan pada Hipospadia
Penis pada orang hipospadia tidak tumbuh dengan normal. Selain lubang kencing yang berada tidak pada tempatnya, penis juga biasanya bengkok.
Kondisi itu membuatnya sulit saat buang air kecil dan berhubungan seks. Maka dari itu, saat pembedahan dokter akan memindahkan saluran kencing agar terletak di ujung penis.
“Kami membuat saluran kencing seujung mungkin, artinya kalau anaknya berdiri dia bisa pipis ke arah depan tidak membasahi celananya. Kemudian kalau dia sudah besar tidak ada persoalan dengan ejakulasi,” jelas Arry.
“Kalau saluran kencingnya tidak di depan, ketika ejakulasi tidak bisa sampai vagina,” sambungnya.
Dokter juga mungkin membuat saluran tambahan dengan menggunakan kulit penis.
“Kalau ada anak dengan hipospadia jangan disunat dulu karena nanti kulit penis akan direkonstruksi untuk membuat saluran yang tadinya tidak ada,” tambahnya.
Tindakan operasi sedini mungkin juga dianjurkan agar penis dapat tumbuh normal ketika dewasa. Semakin lama tindakan dilakukan, maka perkembangan genital juga semakin terganggu.
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210607110139-255-651121/mengenal-hipospadia-kelainan-pada-kelamin-pria